Oleh : Nur Arqom E. F
Marcho (bukan nama sebenarnya), dia salah satu mahasiswa dari jutaan
mahasiswa di negeri ini, sedang asik memutar-memutar rokok disela jari-jarinya
sambil sesekali menghisapnya lalu menyemburkannya sehingga menjadi bulatan
kepulan asap yang pastinya menambah jumlah polusi udara di Kediri. Marcho kala itu sedang menunggu jam mata kuliah kedua, celananya yang robek dengan
kaos yang cukup kusam pula, ditambah anting dikuping membuat fulan lebih mirip
seorang preman pasar ketimbang seorang mahasiswa yang menyandang predikat kaum
intelektual.
Nah, yang ini namanya Salma (juga bukan nama asli). Mahasiswi yang satu ini
adalah gadis yang cantik, dandanannya sangat modis dan seksi, membuat para kaum
adam yang memandangnya berfantasi. Seperti biasa Salma dan kawan-kawan
se-genk-nya sedang kumpul disalah satu kantin kampus di STAIN, trend kerudung, pakaian, dan asesoris yang sedang update saat ini serta tempat-tempat
hangout favorit, biasa menjadi topik diskusi utama serta tema kongkow mereka.
Padahal Salma dan kawan-kawannya itu mengambil jurusan Tarbiyah Bahasa Inggris,
yang jelas tidak pernah berlaian antara mata kuliah dengan topik bahasan mereka
setiap kali bertemu kawan-kawannya.
Lain halnya dengan Waluyo (nama samaran), mahasiswa rantau yang barangkali
tampak terasing di kalangan mayoritas teman-temannya. Tapi ada yang tampak unik
darinya, disaat teman-teman kuliahnya menghabiskan waktu di tempat-tempat
hangout seperti kafe, PS-an, Waluyo justru membagi waktunya untuk
mengajar anak-anak jalanan pada salah satu rumah singgah disela-sela
rutinitasnya yang padat sebagai mahasiswa dan aktifis kampus.
Itulah realitas mahasiswa. Padahal, mahasiswa adalah kaum intelektual,
generasi pembaharu, agen of change, sekaligus oposisi pemerintah yang paling
independen. Begitulah kira-kira image yang melekat pada mereka yang menyandang
predikat mahasiswa. Begitu hebat itu sehingga icon kampus, tempat mereka
belajar, selalu diidentikan dengan komunitas perubahan. Karena memang catatan
sejarah telah mengukir para mantan mahasiswa yang telah mengoptimalkan fungsi
dan perannya dengan baik, tapi kini....?
Mari kita tengok bersama kondisi mahasiswa saat ini melalui ilustrasi
diatas yang memang menjadi karakter dominan mahasiswa kita. Fulan dan Salma
mewakili entitas kebanyakan mahasiwa saat ini, ditengah kurungan kemajuan
tehnologi serta modernisasi peradaban yang menamakan diri sebagai globaliasasi,
Figur-figur pemuda/mahasiswa dalam dunia tanpa batas ternyata lebih mudah
membentuk pribadi-pribadi konsumtif pada segala hal. Mahasiswa sekarang seakan
kehilangan identitasnya, sikap ramah dan rasa sosial yang tinggi yang pernah
dimiliki pemuda bangsa ini yang notabene adalah bangsa timur mulai hilang dan
berganti sikap apatis, individualistik dan tidak jarang anarkis.
Keadaan mahasiswa yang seperti ini pastinya berimbas pada kualitas SDM para
lulusanya. Bahkan kenyataanya kini, kebanyakan mereka yang telah menyandang
status sarjana justru menjadi pengangguran, dan luntang-lantung tidak jelas.
Mereka kurang memiliki life skill, akibatnya membuang-buang waktu untuk hal
yang sia-sia ketika masa kuliah dahulu.
Namun ditengah kebanyakan mahasiswa kini yang sangat suka menyia-nyiakan
waktu, masih ada sebagian mahasiswa layaknya Waluyo seperti pada ilustrasi
diatas, sadar akan fungsi danperannya sebagai mahasiswa dan manusia. Mau peduli
dan berbagi ilmu yang dimilikinya kepada mereka yang kurang beruntung.
Singkatnya, negeri ini sedang sakit...kawan! Lahirnya generasi baru dengan
kualitas SDM yang baik adalah salah satu obat penawar rasa sakit tersebut, dan
obat itu ada pada kita, para mahasiswa. Dengan demikian, maka sudah saatnya
kalian, para mahasiswa kebanyakan seperti Fulan dan Salma melakukan
introspeksi, melakukan introspeksi, membenahi sikapnya yang kurang pantas
dilakukan oleh mereka selaku mahasiswa. Sebelum semuanya terlambat, sebelum
segalannya berubah menjadi penyesalan.

.jpg)

