Sabtu, 15 Desember 2012

Berpikir Tanpa Berzikir!


Berpikir Tanpa Berzikir!
Oleh: Nur Arqom Eka Fatria
Negaraku memiliki banyak orang pintar dan cerdas,sarjana jumlahnya jutaan, bahkan profesor hampir disetiap daerah ada. Tapi kenyataannya negaraku semakin tak karuan karena banyaknya orang pintar dan cerdas, mereka guru dan dosen tapi sangat sulit membentuk mental dan kepribadian siswa dan mahasiswanya menjadi manusia berhati mulia beretos kerja yang tinggi, kenapa?
sangat lama saya mencari jawaban itu semua dari sekolah menengah pertama, sekolah menengah umum sampai kuliah belum juga saya dapatkan. namun disaat semangatku untuk mencari sebuah jawaban menurun dan hampir menyerah, tiba-tiba anak lorong memberitahu bahwa tiap malam kita selalu diskusi bersama seseorang yang datangnya dimalam hari sekitar pukul 23.00 wib, kita bisa bertanya apa saja dan tentang apa saja orang itu berparas sangar namun setelah berbicara, ternyata dia memiliki ilmu yang luas dan hati yang bersih, saya panggil dia KaNda. akhirnya saya mendapatkan sebuah jawaban yang sangat singkat yaitu
“BERFIKIR TANPA BERZIKIR”.
“Orang pintar dan cerdas di dunia ini sangatlah banyak berhamburan disetiap negara tapi orang Jujur sudah langkah dan hampir punah”

Kediri, 15 Desember 2012
Read more »»  

Rabu, 12 Desember 2012

MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL


MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL[1]
Oleh : Hanis Ribut M.[2]

Berbicara tentang Mahasiswa, sebagian besar dari kita sudah mengetahui siapa yang disebut Mahasiswa. Semua orang mempunyai pengertian yang berbeda tentang Mahasiswa dan semua itu tidak ada yang salah (perspektif orang yang bicara).

A.    Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di Perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) Mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di Perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.
Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan Perguruan Tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.
Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.
Dari pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang nantinya diharapkan menjadi calon-calon intelektual.
Namun jika kita mendefinisikan mahasiswa secara sederhana, maka kita akan menafikan peranannya yang nyata dalam perkembangan arus bangsa. Ketika kita mencoba menyederhanakan peran mahasiswa dengan mengambil definisi ‘setiap orang yang belajar di perguruan tinggi’, definisi itu akan mempersempit makna atau esensi dari mahasiswa itu sendiri. Mengingat sejarah panjang mahasiswa dalam peranannya membangun bangsa, seorang Indonesianis, Ben Anderson menyatakan bahwa, “sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya”.
Fenomena mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga segala energi dikerahkan untuk mendapat gelar sarjana atau diploma sesegera mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan mahasiswa. Pertanyaan adalah, apakah cukup dengan bekal ilmu yang dipelajari dari bangku kuliah dan indeks prestasi yang tinggi untuk mengarungi kehidupan pasca wisuda? Ternyata tidak. Dunia kerja yang akan digeluti oleh alumnus perguruan tinggi tidak bisa diarungi dengan dua modal itu saja. Ada elemen yang harus dipertimbangkan, yakni kemampuan soft skill. Kemampuan ini terkait dengan kemampuan berkomunikasi dan bahasa, bekerja dalam satu team, serta kemampuan memimpin dan dipimpin. [3]

B.     Peran dan posisi mahasiswa

1.         Peran moral
Mahasiswa yang dalam kehidupanya tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik berarti telah meninggalkan amanah dan tanggung jawab sebagai kaum terpelajar . Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura – hura dan kesenanggan) maka berarti telah berada persimpangan jalan . Jika mahasiswa hari ini lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu dan mau ambil tahu tentang perubahan di negeri ini maka mahasiswa semacam ini adalah potret “generasi yang hilang “yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.

2.         Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat poenderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas dan di biarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan bantuan baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya.

3.         Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah dan membahagiakan orang tua.

4.         Peran politik
Peran politik adalah peran yang paling berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai presseur group ( group penekan ) bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim merancang sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini. Pada masa ordebaru di mana daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda pemikiran dengan pemerintah langsung di cap sebagai makar dan kejahatan terhadap negara. Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan.

Oleh karena itu Mahasiswa harus tetap menjaga idealismenya sebagai agen kontrol sosial (agent of social control) dan agen perubahan sosial (agent of social change). Sejak era pra kemerdekaan sampai era reformasi, mahasiswa mampu mengambil peran strategis bagi perubahan sosial, politik dan ekonomi.

C.    Tanggung jawab sosial mahasiswa
Dasar pikir perguruan tinggi dipandang sebagai institusi independen, merupakan hal yang menguatkan pemahaman kita bahwa didalamnya terisi oleh para intelektual bangsa dan calon-calon pemimpin masa depan yang mempunyai spesifikasi ilmu masing-masing, di STAIN Kediri ada mahasiswa pendidikan Agama islam, Tadris bahasa Inggris, Pendidikan bahasa Arab, Psikologi islam, Komunikasi islam, dan lain sebagainya. Tuntutan atau tanggung jawab ilmu pengetahuan yang didapatkan dari sebuah perguran tinggi membawa kita ke pertarungan sesungguhnya yaitu relaitas dalam bermasrakat nantinya.
Proses pembelajaran disekolah-sekolah maupun diperguruan tinggi ditujukan untuk membekali diri pelajar untuk dapat menjawab tuntutan yang ada dimasyarakat pada umumnya yakni melalui transformasi keilmuan dapat tercipta pemberdayaan masyarakat, partisipasi aktif dalam proses pembangunan dan peningkatan taraf hidup berbangsa dan bernegara.
Yang menjadi tugas sahabat-sahabati adalah mengamalkan ilmu yang sahabat-sahabati dapatkan dikampus nantinya untuk kepentingan dalam bermasyarakat. Baik dalam hal ikut andil dalam memberikan tawaran solusi dari sebuah masalah yang dihadapi, peningkatan SDM, ataupun yang lain.
Sebagai mahasiswa kita mempunyai peran double, pertama sebagai kaum terpelajar yang kedua sebagi anggota dari masyarakat. Oleh karena itu dengan sendirinya tanggung jawabnya juga menjadi lebih besar karena memainkan dua peran sekaligus. Mahasiswa mempunyai kekuatan dalam daya nalar dan keilmuannnya dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Namun, unsur penting dari ilmu dan daya pikir itu adalah entitas nilai moral yang harus dijunjung tinggi. Seperti yang disampaikan oleh KH. Idham Cholid, bahwa ilmu bukan untuk ilmu, tapi ilmu untuk diamalkan.
Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan.
Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa. Stigma yang muncul dalam diskursus perguruan tinggi selama ini cenderung berpusat pada kehidupan mahasiswa. Hal ini sebagai konsekuensi logis agresitivitas mereka dalam merespon gejala sosial ketimbang kelompok lain dari sebuah sistem civitas akademika.
Akan tetapi fenomena yang berkembang menunjukkan bahwa derap modernisasi di Indonesia dengan pembangunan sebagai ideologinya telah memenjarakan mahasiswa dalam sekat institusionalisasi, transpolitisasi dan depolitisasi dalam kampus. Keberhasilan upaya dengan dukungan penerapan konsep NKK/BKK itu, pada sisi lain mahasiswa dikungkung dunia isolasi hingga tercerabut dari realitas sosial yang melingkupinya. Akibatnya, mahasiswa mengalami kegamangan atas dirinya maupun peran-peran kemasyrakatan yang semestinya diambil. Mahasiswapun tidak lagi memiliki kesadaran kritis dan bahkan sebaliknya bersikap apolitis.
Melihat realitas seperti itu maka perlu ditumbuhkan kesadaran kritis mahassiwa dalam merespon gejala sosial yang dihadapinya, karena di samping belum tersentuh kepentingan praktis, mahasiswa lebih relatif tercerahkan (well informed) dan potensi sebagai kelompok dinamis yang diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis mayarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu, semestinya mahasiswa dapat mengambil peran kemasyrakatan yang lebih bermakna bagi kehidupan kampus dan mayarakat.


[1] Materi ini disampaikan pada Mapaba ’12 Rayon Al-Khindy pada tanggal 14 October 2012 di DPC PKB Katang Kediri
[2] Pengurus Cabang PMII Kediri bidang pengembangan sumber daya kader periode 2011-2012
Read more »»  

Rabu, 28 November 2012

"Wajah Mahasiswa Kini"


Oleh : Nur Arqom E. F

Marcho (bukan nama sebenarnya), dia salah satu mahasiswa dari jutaan mahasiswa di negeri ini, sedang asik memutar-memutar rokok disela jari-jarinya sambil sesekali menghisapnya lalu menyemburkannya sehingga menjadi bulatan kepulan asap yang pastinya menambah jumlah polusi udara di Kediri. Marcho kala itu sedang menunggu jam mata kuliah kedua, celananya yang robek dengan kaos yang cukup kusam pula, ditambah anting dikuping membuat fulan lebih mirip seorang preman pasar ketimbang seorang mahasiswa yang menyandang predikat kaum intelektual.
Nah, yang ini namanya Salma (juga bukan nama asli). Mahasiswi yang satu ini adalah gadis yang cantik, dandanannya sangat modis dan seksi, membuat para kaum adam yang memandangnya berfantasi. Seperti biasa Salma dan kawan-kawan se-genk-nya sedang kumpul disalah satu kantin kampus di STAIN, trend kerudung, pakaian, dan asesoris yang sedang update saat ini serta tempat-tempat hangout favorit, biasa menjadi topik diskusi utama serta tema kongkow mereka. Padahal Salma dan kawan-kawannya itu mengambil jurusan Tarbiyah Bahasa Inggris, yang jelas tidak pernah berlaian antara mata kuliah dengan topik bahasan mereka setiap kali bertemu kawan-kawannya.
Lain halnya dengan Waluyo (nama samaran), mahasiswa rantau yang barangkali tampak terasing di kalangan mayoritas teman-temannya. Tapi ada yang tampak unik darinya, disaat teman-teman kuliahnya menghabiskan waktu di tempat-tempat hangout seperti kafe, PS-an, Waluyo justru membagi waktunya untuk mengajar anak-anak jalanan pada salah satu rumah singgah disela-sela rutinitasnya yang padat sebagai mahasiswa dan aktifis kampus.
Itulah realitas mahasiswa. Padahal, mahasiswa adalah kaum intelektual, generasi pembaharu, agen of change, sekaligus oposisi pemerintah yang paling independen. Begitulah kira-kira image yang melekat pada mereka yang menyandang predikat mahasiswa. Begitu hebat itu sehingga icon kampus, tempat mereka belajar, selalu diidentikan dengan komunitas perubahan. Karena memang catatan sejarah telah mengukir para mantan mahasiswa yang telah mengoptimalkan fungsi dan perannya dengan baik, tapi kini....?
Mari kita tengok bersama kondisi mahasiswa saat ini melalui ilustrasi diatas yang memang menjadi karakter dominan mahasiswa kita. Fulan dan Salma mewakili entitas kebanyakan mahasiwa saat ini, ditengah kurungan kemajuan tehnologi serta modernisasi peradaban yang menamakan diri sebagai globaliasasi, Figur-figur pemuda/mahasiswa dalam dunia tanpa batas ternyata lebih mudah membentuk pribadi-pribadi konsumtif pada segala hal. Mahasiswa sekarang seakan kehilangan identitasnya, sikap ramah dan rasa sosial yang tinggi yang pernah dimiliki pemuda bangsa ini yang notabene adalah bangsa timur mulai hilang dan berganti sikap apatis, individualistik dan tidak jarang anarkis.
  Keadaan mahasiswa yang seperti ini pastinya berimbas pada kualitas SDM para lulusanya. Bahkan kenyataanya kini, kebanyakan mereka yang telah menyandang status sarjana justru menjadi pengangguran, dan luntang-lantung tidak jelas. Mereka kurang memiliki life skill, akibatnya membuang-buang waktu untuk hal yang sia-sia ketika masa kuliah dahulu.
  Namun ditengah kebanyakan mahasiswa kini yang sangat suka menyia-nyiakan waktu, masih ada sebagian mahasiswa layaknya Waluyo seperti pada ilustrasi diatas, sadar akan fungsi danperannya sebagai mahasiswa dan manusia. Mau peduli dan berbagi ilmu yang dimilikinya kepada mereka yang kurang beruntung.
  Singkatnya, negeri ini sedang sakit...kawan! Lahirnya generasi baru dengan kualitas SDM yang baik adalah salah satu obat penawar rasa sakit tersebut, dan obat itu ada pada kita, para mahasiswa. Dengan demikian, maka sudah saatnya kalian, para mahasiswa kebanyakan seperti Fulan dan Salma melakukan introspeksi, melakukan introspeksi, membenahi sikapnya yang kurang pantas dilakukan oleh mereka selaku mahasiswa. Sebelum semuanya terlambat, sebelum segalannya berubah menjadi penyesalan.
Read more »»  

MADING TBI KURANG STRATEGIS


MADING TBI KURANG STRATEGIS
Sekilas jika kita memandang gedung TBI yang terletak dilantai 2 gedung F, maka tidak tampak adanya mading yang tersedia disana. Hal tersebut bukan dikarenakan jika prodi TBI tidak mempunyai  mading, namun dikarenakan posisi mading TBI yang terletak dilantai 1 gedung Ushuludin. Dan itu menjadikan keresahan tersendiri bagi mahasiswa khususnya dari prodi TBI yang ingin mempublikasikan kreasinya di mading.
Gedung G yang dulunya milik Tarbiyah dan sekarang ditempati oleh Ushuludin semenjak pindahnya prodi PAI dan PBA kegedung baru menjadi polemik anyar didalam penggunaan mading. Pasalnya 2 mading tersebut terletak berdekatan dan sama-sama terletak digedung Ushuludin. Saperti yang dikatakan oleh Waka 1 DEMA J Ushuludin bahwasanya 2 mading yang dulu memang milik tarbiyah sekarang salah satu dari mading tersebut yang terletak disebelah utara telah menjadi milik mahasiswa Ushuludin.  Ungkapan tersebut bisa dianggap dingin bagi mahasiswa ushuludin dan tidak menjadi permasalahan yang berarti tentang masalah mading, karena mereka beranggapan bahwa mading yang letaknya memang sudah dianggap strategis dengan gedung yang mereka tempati.
Dilain pihak, masalah ini menjadi perbincangan yang menjadi keresahan bagi mahasiswa TBI. Ungkapnya ketua DEMA PS TBI bahwasanya prodi TBI sudah lama mempunyai mading sendiri yaitu mading yang terletak disebelah selatan lantai 1 gedung G. Namun benar adanya jika keberadaan mading yang terletak dibawah tersebut tidak strategis dengan gedung TBI yang berada di lantai 2. Sehingga mahasiswa TBI yang ingin mempublikasinya karya-karya tulisanya  lewat mading merasa enggan, hal itu bisa dilihat dimading TBI yang sama sekali tidak nampak karya yang bertuliskan bahasa Inggris.
Tempat yang sempit,tak jadi alasan
sekilas memang dipandang benar sulitnya  penempatan mading TBI yang sampai sekarang terletak dibawah kemudian diletakkan dilantai dua, karena tidak adanya tempat yang dirasa cukup untuk penampatan mading tersebut disamping juga tempatnya yang sempit. Namun alasan seperti itu dianggap alasan yang tidak berlandasan, karena jika kita lihat digedung Syariah yang juga letaknya di lantai dua bisa menempatkan madingnya dilantai tersebut. Kenapa digedung TBI hal tersebut tidak bisa dilakukan? .
Untuk itu masalah penempatan mading yang dirasa tidak strategis ini sudah seharusnya mendapat penanganan lebih cepat, supaya tidak terus menerus terdengar adanya keresahan dalam  mahasiswa yang kaitanya dengan fasilitas kampus yang sebenarnya dapat membantu menunjang  pengembangan potensi dari para mahasiswa, sehingga tidak terjadi pemikiran yang terkesan hal tersebut sebagai pembunuh potensi mahasiswa.
Read more »»  

Selasa, 27 November 2012

ANTARA RASA DAN ASA


ANTARA RASA DAN ASA

Sejengkal rasa yang ada begitu sulit terlupa
Sejuta asa namun telah sirna
Akankah rasa akan mewujudkan asa?
ataukah naif bila asa menggugah rasa
Dulu dipuji kini tercaci dulu dipuja kini terhina
Kemana akan kubawa asa?
Kepada siapa akan kutambatkan rasa?
Semua sirna dan sia-sia

Nirwana…
Sakitku adalah bahagiamu dan bahagiaku adalah bersamamu…
Apa yang kau sebut nama itu adalah kumpulan huruf-huruf yang terpahat pada kertas putih
dan menancapkan gemanya hingga jauh ke lubuk hati.
Lalu nama tersebut membuat hati menjadi berdegup kencang.
atau nama yang kamu maksud itu 
kumpulan rasa yang kita identifikasikan
lalu saat ia tak perlu disebut karena menyatu dalam rasa.
yang mana kau sebut nama, 
antara cinta dan dirimu. 
Bukankah saat cinta menjelma maka namamu bukan lagi dirimu
tapi bermetamorfosa menjadi cinta, 
sehingga aku cukup memanggilmu cinta, 
dan tak perlu lagi memanggil namamu.

 By: Qori’
Read more »»  

Bingung bin Jenuh


Bingung bin Jenuh
Kenapa sangat membingungkan ya hidup ini, seperti mau ke pasar bingung mau membeli apa mau diniah mau belajar agama yang seperti apa lagi yang mau dipelajari mau kawin masih belum bisa mancari uang dan tidak punya calon istri.
            Seperti orang keluar dari kost bingung mau kemana keluar dari gang bingung mau kemana  mau ke kiri mau ke kanan ke kampus bingung mau ngapain juga ke kampus mau ke perpustakaan bingung buku apa yang akan dibaca mau masuk ke kelas bingung mau belajar apa mau pulang takut di marahin orang tua.
Mau mengajar seperti guru or dosen bingung haruskah memakai uang atau pakai hati kalau kalau kita mengajar, memakai hati nurani nanti gajinya sedikit buat rokok dan ngopi saja tidak cukup  mau jadi buruh bingung karena kerjanya sangatlah berat dan membutuhkan tulang yang doble mau memelihara sapi, kambing, dan ayam bingung modal dari mana yang akan aku dapatkan mau jadi pengangguran tambah bingung lagi karna akan banyak celotehan yang kurang enak didengar oleh telinga yang akan aku  dapatkan.
Oh Tuhanku  hambamu ini bingung bin jenuh hidup di Negara seperti ini, punya SDA yang melimpah ruah akan tetapi  yang menikmatinya bukanlah  bangsa dari kita melainkan  bangsa yang berasal dari luar negeri  dan orang-orang berdasi saja yang bisa menikmati kekayaan alam indonesia ini tapi kita sebagai rakyat kecil Cuma bisa menggigit jari dan menikmati rusaknya alam indah kita, tatanan alam yang bagus nan indah sekarang tinggal kenangan dan cerita rakyat saja, katanya kita bertanah air satu kenapa kita air saja masih kesulitan untuk mendapatkannya  dan harus membayar untuk memperolehnya dan katanya bertanah satu tanah indonesia, mana? Tanah yang luas banyak menggusur rakyat yang kecil yang mendiami di atasnya.
Kebudayaan seperti apa yang bisa diterima pemuda pemudi dengan hati yang lapang, kenapa negri kita membingungkan kebudayaan yang ada masih belum sepenuhnya dilestarikan dan diturunkan kepada anak cucu melainkan budaya asing yang kita ambil dengan sepenuh hati, pakain adat yang sopan seakan akan dimarginalkan pakain yang membuka aurat dan membentuk bagian baian yang sensitive yang kita terima dan bangga ketika kita menggunakannya. Mau  keluar malam mingguan sendirian tambah bingung karna iri melihat pemuda memudi yang ada dengan pasangannya dengan asyik  hang out or sedang jalan-jalan di keramaian kota ini mau meniru seperti mereka tambah bingung lagi karena  tuhan tidak membolehkan kita seperti itu trus kalau jalan sendirian di keramaian kota yang penuh dengan gemerlap cahaya serasa kurang afdol binti seru.
Makanan khas, kita sebagai penghuni negri ini seakan akan tiada peduli kelestarian makanan khas kita, entah kemana perginya makanan khas itu apa mungkin yang menghilang makanannya atau yang menjual ya yang menghilang akan tetapi makanan yang kurang sehat dan  banyak mudhorot bagi tubuh yang dipilih dan dilestarikan keberadaanya. Makan dengan  pasangan kemudian memilih warung yang menjual makanan khas negri ini seakan akan kurang waaaaaah bagi kalangan pemuda pemudi.
Trus kita sebagai penerus darah pejuang harus bagaimana? Mau melestarikan yang ada malah yang ada yang harus tiada mau membela agama dengan baik dan benar nanti takut dikatakan preman berkopyah mau membangkitkan darah juang pemuda pemudi tetapi pemuda pemudianya diam seribu kata seakan akan tidak terjadi apa-apa di negara kita dan tidak peduli keberadaan yang ada dan mengadakan yang tiada. Haruskah kita mengadukan problema yang seperti ini kepada soekarno untuk mendongkrak kembali semangat dan tujuan kita untuk membangun kembali bangsa ini.
Akan tetapi saya Mau belajar organisasi baik dan benar malah tambah membingungkan, bingung mengambil contoh pemimpin dan jajarannya yang seperti apa yang harus ditiru oleh pemuda pemudi khususnya di indonesia ini, ada contoh pemimpin yang baik tetapi  banyak jajaranya yang tidak sepakat terhadapnya trus pemimpin dan jajarannya yang seperti apa yang bisa berjalan den visi dan misi satu mensejahterakan bangsa dan membuat negara kita terbebas dari segalanya.
Kemudian, ditengok pula para politisi dan pejabat “bertengkar” bingung memilih yang benar. Kalau dulu orang berusaha membenarkan yang benar, menyalahkan yang salah dan meluruskan yang kurang benar, tetapi kini bertolak belakang dari dulu, membenarkan yang keliru mengelirukan yang benar dan membengkokkan yang sudah bengkok sehingga yang keliru mengharu biru, lalu hilang rasa percaya, muncul dan semakin merajalela rasa curiga.
Ea begitulah nasib orang-orang yang bingung bin jenuh dan semoga kita tersesat di jalan yang benar menurut Tuhan dan bangsa kita.... amin 
Read more »»  

Cinta Indonesia


Cinta Indonesia

Posted by M. Khoiruddin on Thursday, November 22, 2012
Illustrsi yang menggambarkan keadaan Indonesia saat ini, atau mungkin sudah lama keadaan ini berlansung dari zaman dahulu sebelum aku lahir tentunya.
Banyak kita ketahui tentang produk-produk yang dibuat di Indonesia. Mulai dari perlengkapan mandi, cuci, perabotan rumah tangga. Pabriknya berada pada tanah yang sama kita injak. tapi apakah kita bangga dengan semua itu. banyak pabrik sehingga para penganggur mengerjakan kerjaan dari pabrik-pabrik itu. Padahal tidak semua hasil pabrik atau produk yang di buat di Indonesia buatan asli orang indonesia. memang pekerjanya orang Indonesia tapi mmanajernya, bosnya, pimpinan paling atas adalah orang luar. Di situlah letak profit tertinggi didapat, pekerja bawah hanya mendapat sekian persen gaji. lainnya di ambil pemilik saham yang telah menanam banyak persen. Kita ketahuilah kita ini menjadi buruh di tanah air sendiri. mengapa kita tidak bisa seperti mereka ? permasalahannya bukan pada pemilik saham, tapi jiwa bangsa kita yang kurang dalam interprenernya, ketika ada satu atau dua yang berjiwa usaha pasti dari pemerintah membuat peraturan-peraturan yang mempersulit perizinannya. Hah negara komik, kata mereka begitupun diriku. Beginilah yang kurasakan sekarang, masih sedikit wawasan aku punya. Ini membuatku untuk lebih belajar tentang semua hal.
Read more »»